Monthly Archives

December 2022

A human being is a part of the whole called by us universe, a part in limited time and space. He experiences himself, his thoughts and feeling as something separated from the rest, a kind of optical delusion of his consciousness. This delusion is a kind prison for us, restricting us to our personal desires and to affection for a few persons nearest to us. Our task must be to free ourselves from this prison by widening our circle of compassion to embrace all living creatures and the whole of nature in its beauty.”

Hari terakhir retreat di sebuah resort di daerah Bentong, Pahang, Malaysia.

Suatu pagi…
Teman sekamar mengajak saya untuk healing session dengan salah satu peserta senior. Karena memang suka belajar, dan terbuka kepada hal-hal baru, saya ikut menemani. Kebetulan saya memang orang pagi. Kami hanya bertiga di depan aula retreat. Tampak aula masih sepi. Teman memulai her healing session. Saya amati teman bergerak seperti melakukan gerakan senam ringan, sebelum akhirnya menangis halus. Agak kaget dengan apa yang terjadi, saya bergegas ke toilet, mengambil tissue dan memberikannya kepada teman. Saya lihat ada satu orang lagi datang dan di heal. Badannya bergerak, energinya mencari keselarasan. Saya pikir menarik juga. Maksud hati, hanya mengantar teman, akhirnya saya mengikuti healing session. Yang membuat saya terharu, senior melakukannya tanpa memungut biaya. Sebuah pelayanan di sela jeda waktu retreat. Saat di healing tidak terjadi sesuatu pada diri saya, badan saya diam, tidak bergerak. Namun selanjutnya dalam hitungan detik, saya mendesah dan seolah berbicara kepada diri sendiri. Setelah itu saya menangis sangat-sangat keras…boleh di bilang meraung…sebuah tangisan yang menyayat hati dan dalam. Padahal tidak ada yang menyakiti perasaan saya saat itu…Kaget sekali, saya seperti mengamati diri saya sendiri…saya banyak mengucapkan permintaan maaf dan penyesalan…ada terlontar kata-kata tentang keinginan untuk memperbaikinya…dan berulang mengucapkan terimakasih kepada Tuhan karena telah diberikan kesempatan. Selesai session, teman memberi tissue yang tadi saya berikan. Kenyataaannya, saya yang lebih memerlukannya. Mata saya terlihat sembab. Setelah itu, saya ingin tahu apa yang terjadi dan mendapat informasi, emosi blockages saya di heal 20 tahun ke belakang. Karena saya siap berkat sering latihan dan meditasi, serta sudah waktunya. Sudah takdir hal ini mesti terjadi dengan approval tes kinesiologi. Inner child saya setuju dengan proses healing ini. Dari pengalaman saya yang lalu, saya amati, Tuhan sering berbicara kepada kita, saat tidak ada ekspektasi di dalam diri kita. Setelah itu saya merasa sangat lelah. Dan memerlukan air mineral. Sekaligus hati terasa plong. Seolah ada beban berat yang saya pikul selama ini, terlepas.

Tiba di Bali, saya merasakan hati yang ringan dan damai. Keesokan harinya, saya bertualang ke 3 cafe di daerah pegunungan Kintamani, sendirian. Entah, batin menyuruh saya ke sana. Saat itu semua terasa indah dan seems to be in the right time and in the right place…sebuah aktifitas grounded yang tepat…What a wonderful world.

Seiring dengan latihan yang rutin saya lakukan. Saya berlatih lebih mendengar suara batin. Sekilas menengok ke belakang. Saya temui ada seorang Master yang melekat kepada status Master (Guru) nya. Saya terkesima saat saya memanggil hanya namanya, sang Master mempermasalahkannya. Terasa judgemental and controling. Saat meditasi, saya mendapat petunjuk, untuk mengekspresikan perasaan yang saya rasakan. Saya menulis email yang tidak akan pernah dilupakannya karena menurut Master itu, saya orang pertama yang berani melakukannya. Bahkan Gurunya tidak pernah meragukannya. Saya hanya mengikuti suara batin. Semoga Master berubah.

Seorang Master lain memperlakukan saya dengan kasar dan tidak sabar di depan teman lain, yang membuat saya menangis sesenggukan di dalam kendaraan yang membawa saya pulang, di hari terakhir kelas. Hal ini saya lihat dan dengar terjadi juga dengan teman-teman lain yang pernah belajar kepadanya, karena Master sangat kaku dan kukuh dengan prinsip-prinsip yang diyakininya. Tanpa disadari, sering meremehkan dan menyakiti perasaan murid. Inner child saya menginginkan saya melakukan sesuatu. Dan kali ini saya juga tidak tinggal diam dan mengirimkan email kepadanya. Saya ungkapkan perasaan saya dan mengatakan saya tidak bahagia dengan perlakuannya. Dan jangan pernah mengulangi perlakuan tersebut kepada saya atau kepada siapapun. Sebuah trauma mendalam yang pernah saya alami di masa remaja, karena tidak berani bersuara membela diri, untuk sesuatu yang tidak saya lakukan, sudahlah cukup. Emotion blockages di waktu lampau belum tuntas saya sembuhkan, saya tidak mau menambah dengan emotion blockages yang baru. Sang Master meminta maaf dengan lembut dan menawarkan waktu siang khusus bersamanya, membahas materi yang tidak saya mengerti bersama seorang kawan. Saya rasakan trauma masa lalu saya, sudah lebih baik. Proses latihan yang rajin saya lakukan membuahkan hasil. Saya mulai berteman dengan Diri saya yang sejati. Vibrasi yang kita pancarkan, bisa dirasakan orang-orang di sekitar kita. Dengan rutin berlatih membuat vibrasi kita tambah lama akan semakin kuat dan mengubah cara orang lain memperlakukan kita. Pada dasarnya, semua orang sebenarnya baik. Tidak ada manusia yang sempurna. Sekalipun mereka menyandang gelar Master, tetaplah manusia biasa yang masih berproses. Master (Guru) tidak selalu benar. Guru yang saya perlukan adalah Guru yang juga mau mendengarkan, simbol dari kerendahan hati dan bisa membawa saya ke pemahaman yang lebih dalam. Menyandang gelar Master sebenarnya sangat berat. The real Masters semestinya sosok manusia yang sudah memiliki kualitas diri less ego, less anger, little hatred, and less of fears. Entah kenapa, di dunia ini banyak orang yang sangat menginginkan gelar ini padahal belum tentu memiliki kualitas seorang Master.

Master mau mendengar dan ada niat untuk berubah menjadi pertimbangan saya dan bukti dari ketulusan hatinya. Saya sudah memaafkannya, sebelum saya mengirimkan email. Tidak bisa melupakan dan memaafkan hanya akan membebani batin saya. Terlepas dari keinginan untuk mendapat persetujuan dan rasa takut membuat saya bebas mengemukakan isi hati saya. Bukankah ini sesuatu yang sangat indah?

Teringat cerita seorang teman. Siddartha Gautama di jamannya juga mengalami pertentangan batin dengan Guru spiritualnya, yang mengharuskan bertapa dan menyiksa jasmani dengan berpuasa ekstrem hingga tinggal tulang belulang. Setelah 6 tahun, tidak ada jawaban yang di terima. Siddartha tersadar, merasa hal itu tidak benar dan mendengarkan suara batin dengan mengambil Jalan Tengah saat ditawarkan semangkok nasi. Siddartha juga minum air dan mandi di sungai. Hal ini membuat Siddartha kehilangan 5 pengikutnya, yang beranggapan Siddartha telah menyerah menjalani hidup sebagai seorang pertapa. Bahkan pertapa yang meramal Siddhartha akan menjadi seorang Buddha juga meragukan hasil ramalannya sendiri dan mengatakan Siddartha telah gagal. Beberapa hari kemudian, setelah tubuhnya kembali kuat, Siddartha bermeditasi di bawah pohon Bodhi dan mencapai pencerahan sempurna. Sebelum berpulang, Buddha bersabda kepada murid-muridnya untuk tidak sekedar mengikuti pemimpin, tetapi harus menjadi terang bagi diri sendiri.

Dengan rajin melepas fears perlahan love akan muncul. Saat kita melampaui ketakutan yang tertanam di alam bawah sadar, suatu saat, kita akan sering menemukan aha moment, dan menemukan kebenaran yang lebih sejati. Ini memerlukan latihan yang konsisten. Dan saya menyadari ini akan memakan waktu yang sangat lama…kemungkinan besar akan menghabiskan waktu sepanjang hidup saya. Tetapi semuanya terasa terbayarkan dengan progres yang saya dapatkan. Dan saya selalu senang melakukannya.

Saya banyak menemui komunitas atau orang-orang baru yang membantu proses pembelajaran saya. Suara batin sangat penting kita dengarkan. Semakin sering didengarkan, kita akan lebih sensitif dan batin akan sering berkomunikasi dengan kita. Membimbing dan memberi kita petunjuk ke arah tujuan hidup kita yang sebenarnya di dunia ini.

Akhir-akhir ini…
Saya juga sering menerima kebaikan yang tulus dari keluarga, kerabat, maupun orang-orang yang baru saya kenal. Dan saya merasa nyaman dan pantas menerimanya. Saya juga sering ingin berbagi. Selalu ingin bantuan yang diberikan di terima oleh orang yang tepat dan bermanfaat. Tidak melupakan orang-orang yang telah berjasa kepada saya. Dan memperhatikan mereka. Baik yang mengajar saya dengan cara yang baik atau dengan cara yang negatif. Bagaimanapun, karena mereka, saya bisa belajar, berlatih, dan mendapat kesempatan emas untuk menaikkan kesadaran saya.

The most basic and powerful way to connect to another person is to listen. Just listen. Perhap the most important thing we ever give each other is our attention…A loving silence often has far more power to heal and to connect than the most well-intentioned words.”

May all being be happy n free from sufferings and cause of sufferings

❤️ you all

Dear PK Chan n Francisca, thanks for your unconditional love
Dear Yenche, thanks for your inspirations
Dear my son, Joji, thanks for your faithful n kindness to help me to download this song

Quotes-by Albert Einstein, Rachel Naomi Remen
You and Me-by Anne Trenning

4 comments
7 FacebookTwitterPinterestLinkedinWhatsappEmail