Monthly Archives

May 2021

ONENESS

by Surijani

“I am Peace

I am Love

I am Perfect Health”

Suatu siang…
Di sebuah toko keramik Petitenget. Saya tengah memilih gelas kopi. Saya asyik melihat-lihat, saat mendengar seorang lelaki asing tidak bisa membawa 3 gelas wiski yang dibelinya. Pembelian di bawah 100 ribu, mesti di bayar kontan, dan uang kontan yang dibawanya tidak cukup, hanya 22 ribu dari total 60 ribu yang mesti dibayarkan. Turis itu harus ke mesin atm dan mesti kembali lagi ke toko keramik. Turis berusaha nego, tetapi tetap tidak diperbolehkan, karena itu aturan perusahaan. Saat itu, covid-19 baru mulai merebak. Turis area terasa sedikit berbeda dari biasanya. Melihat kondisi ini, otomatis saya memberi tahu kasir, jadikan satu dengan tagihan saya, dan saya menjelaskan kepada turis, saya bayarkan tagihannya. Dia tampak terkejut dan tidak percaya. Saya meyakinkan sekali lagi. Masih setengah percaya, dia memberi saya uang kontan yang di bawa, saya mengatakan tidak perlu, tetapi dia memaksa. Akhirnya saya menerimanya. Turis itu tidak henti-hentinya mengucapkan terimakasih. Kasir memohon maaf kepada saya, tidak bisa membantu turis itu, karena kondisi toko yang sangat sepi. Banyak karyawan dirumahkan. Turis bahagia pulang membawa 3 gelas kecil yang dibelinya. Entah, saya ikut bahagia.

Pagi hari…
Menjelang hari raya Nyepi. Saya ada janji dengan seorang teman untuk sound healing session. Karena masih ada waktu, saya mampir ke bakery favorit di Ubud. Saya memesan kopi dan croissant untuk membuka makan pagi. Hampir selesai sarapan, saya melihat seorang perempuan berkebaya bergegas ke arah motornya tanpa membawa belanjaan yang sudah ada di meja kasir. Saya bertanya kepada kasir, ternyata perempuan itu lupa membawa dompet. Dengan cepat, saya memberi tahu kasir, tagihan perempuan itu jadikan satu dengan tagihan saya, sambil tergesa membawa belanjaan perempuan itu sebelum dia pergi. Lalu saya gantungkan belanjaannya di motor, perempuan itu terperangah, saat saya mengatakan, roti ini pemberian saya untuk hari raya. Tidak perlu kembali dan bisa melanjutkan upacara menyambut Nyepi.

“Be a ruler of your mind  and a servant of your heart”

Sanur…
Seorang perempuan tua, tampak melambaikan tangan di depan dinding kaca restaurant, tempat saya makan siang, sehari setelah hari Nyepi berlalu. Deretan meja di depan tidak ada tamu, sehingga saya bisa melihat ibu itu dengan jelas. Tergerak hati saya untuk menghampirinya. Ternyata ibu itu menjual jagung rebus, jauh-jauh dari Tampaksiring. Dia menawarkan dagangannya dengan antusias dalam bahasa daerah. Sekilas ibu itu bercerita sempat terjatuh di kamar mandi, badannya masih lebam dan telah mendapat perlakuan kasar dan kurang baik dari menantunya karena memiliki sedikit hutang. Anaknya juga tidak bisa membantu, karena takut kepada istri. Jagung yang di jual ini juga belum lunas. Saya bantu sedikit ringankan bebannya. Ibu itu menyarankan membeli lebih banyak jagung. Terdiam…saya bisa melihat dengan jelas, ibu ini memang butuh pertolongan, dan Tuhan telah memilih saya sebagai alatNya. Seharusnya saya bersama keluarga, makan siang di tempat ini sebelum hari Nyepi. Tetapi saya memilih hari ini. Karena memang akan dipertemukan dengan ibu tua ini. Dan bukan suatu kebetulan saya duduk menghadap kaca. Akhirnya saya membeli semua jagung, supaya ibu itu tidak berat lagi membawa beban di kepala dan memberi sedikit uang lebih. Ibu penjual jagung menangis dan terharu. Saat pamit, ibu itu beberapa kali menyuruh saya masuk kembali ke restaurant. Tetapi saya memilih menunggu, sampai badannya menghilang di lekukan jalan. Saya seperti telah lama mengenal ibu tua itu…

Seorang kerabat dekat menyalurkan bakatnya secara otodidak. Hobi membuat cakes and flowers. Tetapi belum berani menawarkan jasanya. Terkadang seseorang memerlukan sedikit bantuan untuk menyalakan sinar yang ada di dalam dirinya. Saya lihat cup cakesnya sangat vintage, cantik, dan sellable. Kebetulan ada teman yang ulang tahun, saya pesan cup cakes, tetapi kerabat menolak karena belum percaya diri. Ada sedikit lack of self-esteem di dalam dirinya, yang mesti di heal. Saya memberi dia space and time untuk memikirkannya, tanpa memaksa. Selang beberapa hari, kerabat berubah pikiran dan menerima pesanan saya. Harganya sangat terjangkau karena di buat dengan segenap hati. Saya bisa merasakan vibrasinya. Kerabat memberi saya gratis karena merupakan pesanan perdana. Tetapi saya menolak, karena saya menghargai curahan hati dan dedikasi seseorang. Siapa menyangka, justru cup cakes itu akhirnya menjadi light dari acara tersebut. Semua berebut mengambil cup cakes yang bertuliskan giraffe words (positif emotions), sesuai yang diharapkan para undangan. Memberi kepada orang yang tepat dan bisa menghargai pemberian kita sungguh membuat perbedaan. Malam itu, Korean restaurant milik teman yang baru di buka di daerah Pererenan, terasa hidup dan sumringah.

Suatu pagi…
Seorang teman healer menawarkan sound healing session sore hari. Saya masih ragu apakah perlu ke Ubud hari ini? Berselang beberapa saat, seorang kerabat mengirim pesan kepada saya, semenjak covid sudah beberapa bulan berdiam di rumah karena sudah sedikit lansia, dan mengatakan merasa bosan. Saya merasakan sinkronisitas. Akhirnya saya memutuskan mengajak kerabat ke sound healing, setelah meminta persetujuan, untuk melepas stres dan chakra balancing. Di satu sisi saya menghibur kerabat, di sisi lain mendukung teman healer. Session selesai, kami menghabiskan sore di tepi kolam ikan yang sudah mengering, ditemani makanan ringan dan teh hangat, serta suara kodok dan capung putih yang terbang. Juga berkesempatan berkenalan dengan sepasang tamu lain yang ramah. Senja mulai merangkak berganti malam saat kami pulang…horizon terasa menawan, luas, dan kosong.

”A spiritual practice is anything that makes you feel more beautiful inside you”

Indah…
Melakukan kebajikan-kebajikan kecil yang tulus kepada orang-orang yang memahaminya, tanpa memandang perbedaan. Giving is receiving. I see a lot of love in them. Berdana kepada orang yang tepat, di saat yang tepat dan benar. Membantu orang-orang yang membutuhkan tanpa mereka meminta dan menyelesaikan masalah mereka saat itu juga. Di dalam Zen, di kenal istilah satu mangkok teh mewakili satu kesempatan. Di mana moment yang sama tidak akan pernah terulang kembali. Kebanyakan saya terhubung dengan orang-orang yang tidak saya kenal dan sangat besar kemungkinan tidak akan bertemu lagi. Tetapi keindahan yang tertanam begitu dalam. Saya merasakan Oneness.

Terngiang puisi mempesona, karya Kamau Abayomi, saat tea ceremony terakhir…

“Without force,
I am simply suggesting

Tune in
The time is now

Integrate your tools,
into your being

Practice meditation
without music, incense and oils
Practice opening your heart
without cacao or chocolate treats
Practice multidimensional sight
without plants
Practice yoga
without a mat
Practice ceremony
without feathers, guitars, & drums
Practice clearing
without sage
Practice enhancing, amplifying, & protecting
without crystals
Practice
without any aids

…Just you and the expanded You

Practice conversing
without convincing
Practice being
without doing
Practice feeling
without analyzing
Practice experiencing
without criticism
Practice listening
without projecting
Practice thinking
without a story
Practice speaking
without parroting
Practice seeing
without lights
Practice dancing
without a DJ
Practice getting there
without GPS
Practice creating
without a laptop
Practice connecting
without a phone
Practice Love
without conditions”

Practice

Namaste…

May all beings be happy n free from sufferings

Love you all

❤️

Quotes-by Master Sri Avinash

Follow your heart-by Karunesh

0 comment
0 FacebookTwitterPinterestLinkedinWhatsappEmail